Selasa, 15 Juni 2010

Pulang Kampuang

Mendengar kata-kata ini mungkin kita jadi membayangkan bahwa seseorang pergi merantau jauh dan sudah lama nggak pulang, tapi bagi saya meskipun saya merantau kalau orang minang bilang rantau baliak dapua artinya dekat banget, tapi tetap aja saat weekend jika tidak ada acara yang lebih berati dari pulang kampuang yaa saya selalu melakukan ritual pulang kampuang.

Biasanya pada jumat sore atau sehabis shalat jumat pikiran udah gak bisa konsentrasi penuh lagi di kantor, otak melanglang buana kemana-mana mikirin kegiatan apaan yang seru buat weekend, dan Sabtunya (karna saya hari sabtu masuk kerja setengah hari) kalau tidak banyak kerjaan yang berati saya udah kayak berada diatas bara api, kasak-kusuk nungguin jam pulang, dan segera hengkang dari kantor untuk cabut pergi weekend.

Jam sudah menunjukan pukul 1.30 WIB, lewat 1 menit saya mulai merangsek menuju tempat pengambilan absen ceklok yang ada di lantai 2 kantor, tepatnya di meja si HRD, sambil senyam-senyum “hehehe.. pak pulang dulu..” setelah sukses ceklok absen tenggo alias “teng” langsung “go”, segera ambil kunci jaket dan menuju ke kostan untuk kemas-kemas.

Diantara barang-barang yang nggak boleh ketinggalan adalah: Jaket untuk bermotor, helm standard yang ada logo SNI, halah.., sarung tangan, earphone (tapi tidak untuk digunakan saat berkendara karna sangat bahaya), charger HaPe, laptop + charger, semuanya dimasukan ke dalam ransel, dan ditutupi dengan pakaian kotor yang mau dicuci di rumah, hehehe (maklum tukang cuci saya udah resign dengan alasan mau mencoba berbisnis), tak lupa juga kecelemete alias kacamata yang satu ini nggak boleh ketinggalan.

Kebetulan saat ritual pulang kampung saya kali ini lagi ada event tour de singkarak dan etapenya kali ini melewati depan kostan jadi jalannya untuk sementara di tutup total, terpaksa nungguin para pembalapnya lewat dulu, tapi gakpapa karna ini event international pasti seru dan keren, diasikin ajah.

Nah setelah semuanya lengkap, dengan membacakan Bismillah maka berangkatlah saya menuju ke arah barat. Sekitar 500 meter baru jalan ketemu SPBU dan harus mampir dulu, gak lucu kan dijalan lagi menikmati perjalanan tiba-tiba bensin habis dan dorong-dorong motor. Siip bensin full, ready to go to kampoeng tacinto, dengan jarak tempuh lebih kurang 80 km dengan lama perjalanan sekitar 2 jam, kalau ngebut bisa 1,5 jam, kalau nekad bisa nyemplung masuk danau singkarak J (jangan sampe deh..)

Selama perjalanan dari Solok ke Bukittinggi (ketahuan deh rantaunya cuma di solok, beneran di baliak dapur kan? Hehehe..) akan disuguhi pemandangan yang keren dijamin bisa memanjakan mata. Sekitar 15 km perjalanan kita akan ketemu dengan danau yang terbesar di Sumatera Barat dan kedua di Sumatra dan Indonesia, yaitu danau Singkarak, pemandangan inilah yang membuat saya malas untuk pulang sendiri dengan motor karna akan membuat mata mengantuk dan menghayal-hayal selama perjalanan. Tapi berhubung kali ini pulang sendiri jadi diasikin aja.

Penyakitnya udah datang, mata mulai menghayal kemana-mana, karna takut bablas yang nantinya malah bikin fatal akhirnya saya putuskan berhenti dan benar-benar menikmati indahnya pemandangan danau Singkarak yang diujungnya keliatan gunung Merapi dan Singgalang yang artinya kesitulah arah tujuan destinasi ritual pulang kampung saya ini.

Di Singkarak ini saya punya beberapa tempat favorit untuk berhenti sejenak menikmti pemandangan atau cuma sekedar numpang pipis. Tempat pertama yaitu; tempat beli ikan bilih (ikan yang hanya ada di danau Singkarak ini), dan spot terbaik menurut saya untuk berehat dan mengambil photo.


Okeh setelah berehat sebentar menikmati tiupan angin danau yang bikin ngantuk, cuci muka, dan tak lupa poto-poto kali aja dapat angel dan cuaca yang bagus akhirnya perjalanan di lanjutkan dan sambil lihat-lihat pemandangan yang dahsyat itu juga. Sayang cuaca kali ini agak mendung jadi photonya juga agak kurang terlihat cerah.Beberapa kilometer selepas danau Singkarak akhirnya saya memasuki sebuak kota yang sudah mulai terasa perbedaan suhu dengan Solok, namanya Kota Padang Panjang, kota ini akhir-akhir ini sangat booming dengan taman rekreasinya yang bernama Mifan (Minang kabau Fantasi), memang formatnya mirip dengan Dufan seperti juga namanya, tapi di Mifan ini wahana water boom dan wahana lainnya dalam satu kawasan, nggak seperti di Dufan yang terpisah. Tapi tujuan saya kali ini bukan kesitu.

Nah ritual selanjutnya yang saya lakukan di kota ini adalah kunjungan ke sini

Yak warung bakso yang satu ini sangat sering saya kunjungi kalau saya pulang kampung, perjalanan yang telah dilalui tambah dengan cuaca yang suejuk sudah dengan sukses membuat perut laper dan makan bakso adalah pilihan yang tepat kayaknya, apalagi warung bakso yang satu ini sudah sangat terkenal dengan khas cita rasanya sejak saya masih kuliah dulu (bukan promosi lho yah, bukan siapa-siapa gue juga).

Nah setelah perut kenyang dan badan juga udah terasa agak hangat perjalananpun dilanjutkan dengan track yang agak mendaki. Perjalanan yang inipun juga selalu saya nikmati, saya selalu menaikan kaca helm untuk menikmati udara segar (kecuali di depan ada mobil truk yg asapnya itam L), dan disini juga ada pemandangan lagi di sebelah kanan ada Gunung merapi sementara di sebelah kiri ada gunung Singgalang. Nah di tengah perjalanan ini banyak sekali pondok-pondok bika (makanan khas daerah koto baru padang panjang, gak tau namanya dalam bahasa Indonesia), tentunya yang paling terkenal Bika Simariana yang sudah ada lagunya yang dinyanyikan oleh penyanyi legendaris minang yaitu Uni Eli Kasim (sok akrab deh panggil uni).

Entah kenapa saya kalau sudah melewati dua gunung tadi dalam benak saya itu artinya sudah sampai di kampung, dan makin senang kalau sudah lihat perempatan Padang Luar (lebih dikenal dengan sebutan Simpang Padang Luar). Sampai di Padang Luar, biasanya saya celingak-celinguk dulu kali aja ada sodara se-kampung yang lagi nunggu angkot yang bisa saya boncengi. Dan 3 kilometer setelah itu sampailah saya di my parent’s house (not my house yah..)

Sesampai di rumah pastinya yang dicari pertama kali adalah masakan si Mama, meskipun tadi sudah makan bakso tapi makan di rumah menjadi ritual yang wajib juga. Nggak ada yang bisa ngalahin masakan si Mama.

Baiklah sekarang waktunya leyeh-leyeh dan menikmati udara dan pemandangan di kampung hmm..

Ada yang mau ikut saya melakukan ritual pulang kampung..?? yuuk... sekalian nyari teman biar gak ngantuk.. hehehe..