Pandai Sikek kalau diBahasa Indonesiakan mungkin artinya pinter nyisir yah..??
Weekend saya kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Kebetulan ada teman saya yang pulang kampung, kita sama-sama suka traveling dengan model backpack jadi saya semakin semangat untuk menikmati weekend ini bersamanya. Biasanya saya sering males keluar menikmati alam kalau gak ada teman, ntar malah keliatan kayak turis oon di kampung sendiri. Tapi saat ini kita nggak backpack karna tujuannya dekat dengan rumah, ntar malah keliatan oon.
Setelah mempertimbangkan beberapa alternatif antara ke Puncak Lawang, Maninjau atau Pandai Sikek, akhirnya kita putuskan tujuannya Pandai Sikek aja. Keputusan itu dipertimbangkan dengan expection mendapatkan pemandangan kampung yang tradisional dan sukur-sukur ketemu “bidadari”. Teman saya terinspirasi dengan film KCB, hehe..
Sebelumnya kita udah tau kalau Pandai Sikek ini adalah daerah yang tersohor dengan kerajinan tradisional tenun-menenun dan juga ukiran tradisional Minang. Tapi meskipun begitu bisa dikatakan kami belum pernah melihat tempat ini secara langsung, padahal jarak tempat kami dengan tempat ini cukup dekat. Mungkin karna kesadarannya baru timbul beberapa waktu belakangan ini.
Siip, semua perlengkapan siap dan kita berangkat, cuaca juga sangat mendukung, langit biru cerah tapi udaranya masih tetap dingin khas udara pegunungan. Hmm.. kita dengan tidak ragu menghirup dalam-dalam udara yang bener-bener segar belum terkontaminasi polusi seperti di kota-kota. Baru memasuki daerah lokasi tujuan kita langsung disambut dengan pemandangan pembuka, tanpa pikir panjang kitapun langsung memanfaatkan moment ini poto-poto tentunya. Di pinggir jalan ada plang yang bertuliskan “Pusako Minang” dalam hati saya menyetujui tulisan tersebut.
Lanjut beberapa meter dari situ kita mulai memasuki perkampungan yang bersih, rapi dan terlihat kesibukan masyarakatnya yang berlalu lalang. Kita melihat ada beberapa rumah bagonjong dan juga rumah-rumah biasa atau juga malah ada yang seperti toko di dalamnya banyak koleksi tenun mulai dari yang tradisional sampai yang udah dimodifikasi dan dengan inovasi, dan kreatifitas menciptakan suatu karya perpaduan antara tradisional tapi tetap modern. Juga mulai dari harga yang ekonomis sampe yang muahal. Saya penasaran memangnya apa yang membuat kain selendang dengan motif kembang yang cantik ini harganya begitu mahal..?? ternyata proses pembuatannya yang hand made, WOW.. trus satu selendang itu biasanya dapat diselesaikan dalam satu bulan. Waah pantes.. Disebelah beberapa rumah tenun saya sekilas melihat seperti kedai kopi, ternyata bukan dan itu adalah seperti bengkel ukiran tradisonal Minang yang sedang dikerjakan oleh beberapa orang.
Ada satu tempat yang begitu spesial dimata saya, namanya Rumah Tenun Pusako, dari jalan rumah ini terlihat seperti rumah adat bagonjong khas minang, di depannya ada kolam yang ditumbuhi bunga teratai. Rasanya sudah jarang sekali akhir-akhir ini saya melihat kolam yang ditumbuhi teratai. Indah sekali melihatnya, setelah kita ambil poto, akhirnya kita putuskan untuk mengunjungi rumah ini, meskipun kita nggak mau beli apa-apa kita hanya mau minta poto dan melihat-lihat. Untunglah pemiliknya sangat baik dan waktu itu sedang ada pembeli dan rantau sepertinya sehingga kamipun gak jadi perhatian utama jadi bebas deh ambil poto.
Puas mengagumi rumah tenun pusako kamipun melanjutkan berharap menemukan yang lebih hebat lagi, tapi ternyata sudah habis. Melihat semua itu saya terfikir potensi sehebat ini kok gak begitu terekspose yah..?? saya jadi teringat kalau di malaysia ini pasti sudah jadi icon tersendiri nih.. kayak Istana Meranti di Negri Sembilan yang struktur bangunannya sama dengan Rumah Bagonjong khas Minang yang pembangunannya tanpa menggunakan paku. Sementara kita punya potensi sebesar ini kok hanya begini aja..??
Terus berjalan menyusuri jalan diantara dua gunung ini akhirnya kita sampai di penghujung kampung, sepertinya sudah memasuki pinggang gunung Singgalang. Jalan yang mendaki dan menurun curam. Saat melihat ke belakang ternyata ada pemandangan yang spektakuler, kita berenti sejenak untuk menikmati tapi masih penasaran kayaknya kalau semakin tinggi pasti lebih seru. Akhirnya kami lanjut lagi mendaki sampai batas aspal dan rasanya udah mencapai batas awan, waaah seruu.. udara dingin padahal tengah hari, pemandangan dahsyat. Dari situ terlihat danau Singkarak dan gunung Merapi berdiri gagah dengan puncaknya ditutupi awan.
Rasanya nyaman sekali disini, hijau, langit cerah biru dengan awan putih, udara bersih sejuk.. pastinya tak lupa kita poto-poto. Dan ternyata disebelah kanan kami ada tempat pengilangan tebu menjadi gula secara tradisional yang menggunakan tenaga kerbau. Tapi sayang waktu itu mereka sedang tidak bekerja padahal pengen sekali melihatnya.
Masuk waktu Zuhur akhirnya kita turun lagi dan sekarang menuju ke Padang Panjang dengan niat wisata kuliner. Sebelumnya kita shalat Zuhur dulu di mesjid yang indah yang ada di pinggir jalan Bukittinggi-Padang ini. Saya suka shalat disini, rasanya nyaman aja dan juga banyak ikhwan dan akhwat.. hehehe..
Niatnya wisata kuliner tapi kita malah kebingungan di Padang Panjang mau kemana, akhir Cuma makan siang abis itu balik ke Bukittinggi. Kembali muter-muter gak nentu, akhirnya kita nyari makanan khas lagi, saya pesan es tebak aja sih tapi Haris teman saya pesan “Ampiang Dadiah”. Sebenarnya saya juga kepengan nyobain tapi rasa geli mengalahkan rasa penasaran saya untuk nyobain makanan ini. Dadiah itu adalah makanan tradisional yang bisa dibilang khas Bukittinggi juga, terbuat dari susu kerbau yang difermentasikan dalam bambu dan biasa di makan dengan ampiang (emping).
Bingung mau kemana lagi akhirnya kita pulang. Meskipun capek seharian jalan tapi seruu.. saya masih penasaran dengan Maninjau atau Painan, yang berminat bergabung berpetualang dengan saya hayuuk..
wah, indah..:D PENGEN KE SANA..;)
BalasHapusmari.. mari..
BalasHapussetelah lebaran jadi ke carocok kan..??